RADARCIKARANG.COM, BANDUNG – Menikah merupakan ibadah yang menjadi salah satu sunnah Rasulullah Saw. Pun setiap ibadah pasti punya nilai kebaikan bagi yang menjalankannya.
Tujuan lain dari ibadah menikah, juga untuk menjauhkan diri dari zina. Terbukti perzinahan membawa banyak mudharat, mulai dari penyakit kelamin menular, hingga paling parah terjangkit penyakit HIV/ AIDS.
Fenomena HIV/ AIDS kini juga tengah menghebohkan masyarakat Kota Bandung. Dimana Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung membeberkan fakta bahwa dari 5.943 kasus positif HIV di Bandung selama periode 1991-2021, 11 persen diantaranya adalah Ibu Rumah Tangga (IRT).
Salah satu pemicunya adalah suami yang melakukan hubungan seks tidak menggunakan pengaman dengan pekerja seks. Selain IRT, 6,9 persen atau 414 kasus terjadi pada mahasiswa.
“Sekarang kan sedang viral di Bandung ternyata ibu- ibu banyak yang kena HIV/ AIDS. Kedua, anak- anak muda banyak juga yang kena,” ucap Wagub Jabar, di Kota Bandung, Senin (29/08/2022).
Menanggapi fenomena tersebut, Uu menegaskan bahwa dalam agama, khusunya Islam, perzinahan memang sangat dilarang. Maka pernikahan menjadi solusi untuk memelihara seseorang dari perbuatan zina.
Selain itu, upaya lainnya, sosialisasi, penyuluhan, ‘sex aducation’, atau pendidikan terkait seks harus lebih serius diberikan kepada generasi muda agar terhindar dari perbuatan terlarang itu.
“Allah Swt tidak akan membuat sebuah larangan kecuali kalau dilaksanakan akan mendapatkan kemudharatan, kemafsadatan, kepayahan, kerugian,” kata Wagub Jabar.
“Begitu juga Allah Swt tidak akan mengimbau melaksanakan sesuatu apakah itu ibadah sunnah, wajib, kecuali kalau dilaksanakan ada manfaat, mashlahat, kebarokahan, juga kebaikan, termasuk menikah tujuannya ibadah dan berpoligami tujuannya juga ibadah,” turur Uu.
“Nah menurut Saya disamping harus ada pemahaman tentang bahaya HIV/ AIDS, kemudian juga tentang pendidikan seks terhadap masyarakat dan juga penyuluhan dari pemerintah tentang HIV/ AIDS, masyarakat sendiri harus mempunyai keberanian untuk bersikap,” sambungnya.
Maka untuk anak muda, saran Panglima Santri Jabar, apabila sudah tidak kuat ingin menyalurkan hasrat birahinya segerakanlah menikah. Karena menurut Uu, hasrat seksual memanglah hal biologis yang juga manusiawi. Akan tetapi tetap harus disalurkan dengan cara yang benar sesuai syariat agama.
Belum lagi, di era digital, mudah ditemui konten- konten yang menarik perhatian mata dan membangkitkan hasrat seksual. Sisi lain kecanggihan teknologi juga memudahkan akses generasi muda yang ingin ‘nakal’ berselancar menemukan hal- hal berbau ‘memancing hasrat.’
Uu juga mendorong keluarga di Jabar agar memberikan dukungan bila ada anak di keluarganya yang ada keinginan menikah, maka didukung saja ketimbang terjadi hal yang tidak diharapkan di luar pernikahan.
“Saya berharap kepada anak- anak muda kalau kebelet kawin saja, orang tua memberikan dukungan jangan dihalang- halang, kalau dihalang semacam itu, khawatir lebih parah lagi (dampaknya),” katanya.
“Nikah muda juga belum tentu sengsara, berantakan, apalagi kalau nikahnya niatnya ibadah. Sekalipun sedang kuliah, atau belum dapat kerja atau lainnya kalau sudah kebelet ya bagaimana,” sambung Uu.
Selanjutnya, melihat fenomena kaum Ibu Rumah Tangga (IRT) yang juga banyak tertular HIV/ AIDS, maka salah satu solusinya adalah agar suami tidak ‘jajan sembarangan’. Adapun bila suami tidak cukup dengan satu pasangan maka agama pun mengizinkan suami berpoligami, dengan syarat dan sejumlah catatan besar seperti harus mampu adil dan bijaksana.
Poligami adalah pro kontra keberadaannya dan memang kita paham dan wajar sebagai fitrah manusia, tetapi itu adalah sebuah pilihan yang disediakan oleh Allah swt untuk kita. Kedua, sebagai bentuk peningkatan keimanan dan ketaqwaan.
Wagub juga mengusulkan adanya pesantren bagi mahasiwa di kampus atau perguruan tinggi.
“Dari pada seolah- olah dia (suami) tidak suka begitu, tapi akhirnya kena (HIV/AIDS) ke istrinya sendiri, toh agama juga memberikan lampu hijau asal siap adil kenapa tidak? Makanya dari pada ibu kena (HIV/ AIDS) sementara ketahuan suami seperti itu mendingan diberikan keleluasaan untuk poligami,” ucapnya.
Oleh karena itu menurut Uu, sosok suami harus mampu berkomunikasi dengan istrinnya kalau memang merasa punya kemampuan untuk berpoligami.
Namun, kembali Uu mengaskan jika pernikahan harus dengan niat ibadah, apalagi nikah punya sejumlah kaidah, seperi kaidah menjaga turunan, hingga menjaga kehormatan.
“Kalau perlu, masyarakat ingin nikah tidak ada biaya kenapa tidak, saya akan konsultasi dengan pak Gubernur untuk ada program (nikah masal) itu, kita kan pemerintah harus respon terhadap keinginan masyarakat, kalau perlu Pemprov mengadakan nikah masal bagi yang tidak punya biaya,” tuturnya.
Uu juga mengungkap bahwa kunci sukses rumah tangga adalah rasa saling memahami antara suami istri. “Dalam rumah tangga tidak ada manajemen yang pasti, hanya suami memahami istri, lalu istri memahami suami, termasuk memahami kebutuhan suami,” pungkasnya. (*)