Setiap pagi, roda kehidupan Jumat selalu berputar, berjalan dan bertatih langkah demi langkah menyusuri jalanan dengan membawa karung besar bekas yang akan dipenuhi sampah plastik. Tubuhnya yang sudah melemah, kurus, wajah yang sudah berkeriput, dan langkah kecil yang sudah tidak bisa berjalan dengan cepat, memperlihatkan bahwa Jumat seharusnya istirahat dan diam di rumah layaknya lansia pada umumnya. Namun, hal itu hanyalah keinginannya semata. Mencari nafkah, membahagiakan keluarga, cucu, dan anaknya adalah prioritasnya. Hal ini sudah terlihat jelas dari binar bola matanya yang memperlihatkan betapa semangatnya dia setiap hari.
Di tengah keramaian pembeli bubur ayam, ia duduk sejenak di tepi jalan. Karung bekas yang selalu ia bawa terlihat di dekatnya dan sebatang rokok terselip di jari tangannya, seolah menjadi teman setia meski diam-diam menggerogoti kesehatannya. Bagi Jumat, rokok itu bukan sekadar kebiasaan, melainkan jeda kecil dari rutinitas panjang yang melelahkan.Berdiam sejenak di dekat toko bubur ayam adalah tempat yang strategi untuknya mendapatkan sampah plastik seperti botol untuk sumber pendapatannya. “Saya sering diem di depan bubur disana soalnya rame banget” ujarnya, keramaian pembeli bubur adalah kesukaannya, karena disanalah ia menemukan sampah-sampah plastik terutama botol untuk dia ambil. Tak hanya itu, area CityWalk juga menjadi tempat utama yang sering dikunjungi setiap hari.
Citywalk, dengan hiruk-pikuknya, menyimpan cerita tersendiri bagi Jumat. Di sana, botol-botol plastik bekas air mineral dan kantong-kantong plastik sisa belanja menjadi “harta karun” yang tak ternilai. Jumat mengenal setiap sudut jalan, tempat di mana biasanya sampah berserakan.
Terkadang, ia pun harus bergerak cepat untuk mengambil sampah plastik tersebut, karena pasti akan ada orang yang mengambil terlebih dahulu, entah itu pemulung yang lain atau pemilik toko. Selain itu, Ia juga harus menjaga dan memantau selalu karung besar miliknya, jika karung itu lepas dari pantauannya, bisa saja sampah yang telah diambil olehnya dicuri oleh orang lain. Baginya, pekerjaan pemulung bukanlah hal malu, ini ada pekerjaan yang harus disyukuri, pekerjaan yang dimana ia masih diberi nikmat rezeki untuk dirinya dan keluarganya.
Ketika matahari terasa sudah diatas kepala nya, ia memilih untuk pulang ke rumahnya. Baginya, menjelajahi tempat lain sudah tidak bisa ia lakukan, karena umurnya saat ini sudah terbilang tua dan cukup lemah. Tanah mulus yang ia pijak dengan langkah kecilnya dan keringat yang ada di wajahnya, sangat menunjukkan kelelahan yang selalu ia rasakan. Karung besar yang kini sudah terpenuhi dengan sampah plastik harus dibawa di atas pundaknya. Terkadang, perjalanan menuju rumahnya pun tidak selalu mulus. Adakalanya, ia harus menghadapi hujan, sehingga dia harus berlindung di sekitar ruko-ruko dekat masjid Al-Azhar. Biasanya saat hujan ia meratapi langit dan jalanan yang dilalui oleh beberapa kendaraan.
Jumat selalu melihat ke arah jalan seolah-olah ia membayangkan kalau suatu saat ia akan mempunyai kendaraan. Baginya, uang yang didapati terbilang kurang untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari, bahkan membeli rokok pun susah untuknya. Adakalanya cucu selalu meminta uang kepadaanya untuk jajan, dan buyut yang selalu meminta uang untuk makan serta keperluan lainnya,. Namun, baginya semua rezeki sudah ada yang atur, dan dia percaya akan hal itu. “Ya jalani aja, semua rezeki itu udah ada yang ngatur” ucapnya dengan tegas.
Hujan dan panas sudah tidak asing lagi bagi Jumat. Ia memang tidak kenal rasa lelah dan malu untuk menjalani profesinya yang sekarang. Baginya, pekerjaan apapun selagi ia bisa kerjakan dengan baik ia akan lakukan itu. Dulu bahkan ia pernah menjalani 2 profesi sekaligus, sebagai tukang kuli dan juga memulung, namun untuk saat ini ia sudah tidak bisa lakukan itu, karena usia dan kesehatan tubuhnya yang terbatas. “Saya udah ga kuat lagi kalo nguli, makannya saya pilih buat mulung aja” ucapnya. Tidak heran jika dia tetap bersikeras menjalani profesinya sampai saat ini demi secercah harapan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Melihat kegigihannya dalam bekerja, ia berpegang teguh pada pendiriannya, saat hujan dan panas di jalan pulang menuju rumahnya ia tidak peduli, dan akan dilalui dengan penuh tekad, semangat, dan keringat yang menemani.
Lingkungan keluarga menjadi pelipur lara dan motivasi bagi Jumat untuk menjalani roda kehidupannya. Rasa lelah yang terobati dengan tingkah lucu cucunya dan tawa candaan buyut juga anaknya, menjadi sumber kebahagiaan di tengah-tengah rasa lelah yang dirasakan setiap hari. Ia tidak pernah terpikirkan akan berhenti memulung, karena jika ia berhenti siapa yang akan memberi sesuap nasi untuk orang yang ada di rumahnya, “Ya kalau saya ga memulung saya ga bisa beli beras, makan, kasih cucu duit buat ongkos sekolah, beli rokok” tegasnya. Walau kehidupan terus berputar dengan kondisi yang sama dan mengharuskan ia untuk memulung demi keluarganya, ia tetap akan terus menjalaninya, walau tantangan dan rintangan lainnya akan berdatangan seiring berjalannya waktu.
Kehidupan Jumat tidak jauh beda dengan kita sebagai manusia, layaknya roda yang selalu berputar, dipenuhi dengan jatuh bangunnya alur cerita, susah dan mudahnya itu tergantung bagaimana menyikapinya, apakah dapat menerima dan menjalaninya dengan baik atau tidak. Layaknya kehidupan Jumat, Jumat yang tidak mengenal kata menyerah dalam menjalani roda kehidupannya, menjadi contoh yang dapat kita ambil pelajarannya. Jangan jadikan kesulitan hidup yang dirasakan membawa ke arah yang salah, lihatlah dari kisah Jumat, laki-laki tua yang berumur 80 tahun selalu mensyukuri kehidupannya dan menjalani hari demi hari dengan memulung sampah plastik untuk memberi nafkah keluarganya. Baginya makna bersyukur adalah saat dia masih diberi rasa sehat sampai saat ini dengan kondisi tubuh ia yang semakin menua, tapi masih bisa memulung, “Alhamdulillah sampe sekarang udah tua masih hidup, sehat” ucapnya dengan senyuman tipis.
Oleh : Nila Nafisah
Saya, Nila Zahrotun Nafisah, mahasiswa Ilmu Komunikasi, President University, ingin mengajukan sebuah artikel feature news yang berjudul “Roda kehidupan yang berjalan”. Feature news ini mengangkat kisah Jumat, seorang pemulung berusia 80 tahun, yang gigih berjuang demi keluarganya meski di tengah keterbatasan usia dan kesehatan.
Melalui feature news ini, saya berharap dapat menginspirasi pembaca untuk menghargai perjuangan hidup dan melihat kehidupan dari perspektif yang lebih humanis. Cerita ini sarat dengan pesan moral, keteguhan hati, serta nilai-nilai syukur yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.
Terima kasih atas perhatian dan kesempatannya. Saya sangat menantikan tanggapan dari pihak redaksi.
Salam hangat,
Nila Zahrotun Nafisah